Lompat ke konten
Home » Blog » sabun biasa saja sudah cukup

sabun biasa saja sudah cukup

Oleh: Dr. dr. Herni Suprapti, M.Kes.

Cuci tangan dengan air dan sabun dapat memperlambat progresifitas pandemik dan menurunkan infeksi.

Dimulai dari kisah legenda ribuan tahun yang lalu, konon turunnya hujan membawa lemak dan abu hewan persembahan mengalir ke sungai, menghasilkan busa yang dapat membersihkan kulit dan pakaian. Di sisi lain, para vegetarian merebus dan menumbuk tumbuhan untuk mendapatkan busa. Penemuan sabun ini menjadi catatan sejarah manusia. Sabun merupakan benda yang paling efektif untuk melindungi tubuh dari patogen yang tidak terlihat.

Kita melihat sabun sebagai suatu benda yang lembut dan menyenangkan, tetapi bagi mikroorganisme sabun adalah senjata perusak dan pembunuh. Setetes sabun dalam air, mampu merusak dan membunuh berbagai jenis bakteri dan virus, termasuk virus corona yang sedang tenar sekarang ini. Rahasia kehebatan sabun adalah pada struktur kimianya.

Sabun terdiri dari molekul berbentuk jarum, yang masing-masing mempunyai kepala dan ekor. Kepalanya bersifat hidrofilik (berikatan dengan molekul air). Ekornya hidrofobik, anti air, mengikat minyak dan lemak. Molekul ini bila terendam air akan mengapung, masing-masing unit berinteraksi dengan molekul lain, membentuk gelembung kecil yang disebut dengan micelles dengan kepala di sebelah luar dan ekornya di dalam.

Bakteri dan virus mempunyai membran lipid yang mirip dengan dua lapisan micelles dengan ikatan ekor hidrofobik yang berlapis-lapis diantara dua cincin kepala yang hidrofilik. Pada membran terdapat banyak protein yang membuat virus dapat menginfeksi sel dan menjaga agar bakteri tetap hidup. Patogen yang terbungkus di membran lipid, antara lain virus corona, HIV, virus hepatitis B dan C, herpes, Ebola, Zika, dengue, dan bakteri lain pada saluran cerna dan saluran napas.

Saat mencuci tangan dengan air dan sabun, kuman di kulit akan dikelilingi molekul sabun. Ekor molekul yang bersifat hidrofilik pada bagian sabun yang tidak mengapung, berusaha menjauhkan air, masuk ke lapisan lipid mikroba dan virus dan merusaknya.

Sabun akan menghancurkan seluruh sistem di mikroba dan virus. Protein esensial yang dikeluarkan dari membran yang rusak, akan bercampur dengan air, membunuh bakteri dan merusak virus.

Mencuci tangan dengan air dan sabun, efektif untuk menghancurkan dan menggelontor berbagai mikroba termasuk virus corona. Molekul sabun merusak ikatan kimia antara bakteri, virus, dan kotoran dengan berbagai benda, dan melepaskannya dari kulit. Micelles juga dapat membentuk partikel di sekeliling kotoran dan bagian dari virus dan bakteri, mengurungnya di busa sabun. Saat kita mencuci tangan, semua mikroorganisma akan rusak, terperangkap dan mati oleh molekul sabun.

Nah bagaimana dengan handsanitizers? Berbeda dengan sabun, sanitizers yang mengandung ethanol 60% menghancurkan virus dan bakteri dengan cara destabilisasi membran lipidnya. Tetapi mikroorganismenya tetap berada di kulit. Selain itu ada juga jenis virus yang tidak menggunakan membran lipid untuk menginfeksi, serta bakteri yang memproteksi membrannya dengan protein dan gula. Misalnya bakteri penyebab meningitis, pneumonia, diare, dan infeksi kulit, selain itu juga virus hepatitis A, virus polio, rhinoviruses dan adenovirus (penyebab commoncold).

Mikroba ini bertahan terhadap gempuran ethanol dan sabun. Tetapi mencuci tangan dengan air dan sabun bisa menghilangkan kuman dari kulit, jadi lebih efektif daripada sanitizer. Untuk itu, sanitizer hanya digunakan apabila tidak ada air dan sabun.

Di era operasi dengan robot dan terapi gen saat ini, sabun masih merupakan penemuan medis yang paling berguna. Sepanjang hari (hasil penelitian, tiap dua setengah menit), seseorang akan menyentuh mata, hidung dan mulutnya, yang merupakan tempat masuk mikroba berbahaya ke organ dalam tubuh manusia.

Mencuci tangan dengan air dan sabun sebagai proses higienis personal, relatif baru-baru ini saja dilakukan. Pada tahun 1840, Dr. Ignaz Semmelweis, dari Hongaria menemukan bahwa apabila dokter mencuci tangannya, maka jumlah kematian ibu melahirkan akan berkurang. Pada saat itu, mikroba masih belum dianggap sebagai vektor penyakit, dan banyak dokter tidak menganggap bahwa kurangnya kebersihan personal dapat menyebabkan kematian pasiennya. Jadi Dr. Ignaz dimusuhi teman-teman dokternya, diasingkan, dipukuli dan tragisnya ia meninggal akibat infeksi pada luka-lukanya.

Florence Nightingale, perawat dan ahli statistik dari Inggris, pada pertengahan tahun 1800 mempromosikan cuci tangan, dan baru 180 tahun kemudian, pada tahun 1980, Centre for Disease Controland Prevention (CDC) mengeluarkan pedoman nasional cara mencuci tangan yang benar.

Mencuci tangan dengan air dan sabun merupakan salah satu kunci praktik kesehatan masyarakat yang secara signifikan dapat memperlambat pandemik dan menurunkan jumlah infeksi, mencegah bencana penyebaran penyakit. Tetapi hal ini hanya berhasil apabila mencuci tangan dengan tehnik yang benar dan sering, yaitu menggosok sabun hingga berbusa, menggosok telapak tangan dan punggung tangan, mengusap setiap jari, menggosok ujung jari ke telapak tangan, mengusap sabun ke seluruh ibu jari.

Ruwet ya? hehee…. atau begini saja, cucilah tangan seakan-akan kita akan mengganti lensa kontak di mata setelah kita mengiris cabai. Lebih gampang mengingatnya kan? Pada saat pandemi, semua orang harus sering mencuci tangan, untuk mencegah penularan penyakit.

Sabun bukan hanya melindungi diri sendiri, tetapi juga melindungi sekitar kita. Di tingkat molekuler sabun menghancurkan bakteri dan virus, di level masyarakat, sabun dapat menyelamatkan orang banyak.

Nyawa banyak orang ada di tangan kita….

Referensi:

“WhySoap Works” FerrisJabr –NewYork